APPENDISITIS
A. KONSEP MEDIK
I.
PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &
Suddart, 1997)
II.
ANATOMI
FISIOLOGI
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada
bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada
usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama
dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina
muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian
paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah
besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal,
maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen
Bedah UGM, 2010).
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin
sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Gambar
Anatomi Appendiks.
III.
ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a.
Fekalis/ massa
keras dari feses
b.
Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c.
Benda asing
IV.
PATOFISIOLOGI
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebarkan
mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa.pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai pritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.(Mansyoer,
2000, hal. 1097)
V.
PATHWAYS
Fekalis Hiperplasia
folikel limfoid benda asing
Tertahan
di appendiks
Obstruksi pada lumen appendiks
Nyeri
Mukus terbendung
Peningkatan
tekanan intra lumen
Anoreksia,
mual, muntah edema,diapedesis
,ulserasi mukosa
|
App
akut + fokalis nyeri epigastrium
App akut supuratif difusa (obstruksi
vena,
edema bertambah, bakteri menembus
dinding)
Appendectomy
|
Pembatasan
intake cairan + nutrisi
|
Terputusnya kontinuitas
jaringan
|
|
VI.
MANIFESTASI
KLINIS
Pasien dengan appendisitis akan
ditemukan hal-hal sebagai berikut: nyeri pada kuadran kanan bawah disertai
mual, muntah, dan anoreksia, malaise, pada titik mc. Burney nyeri tekan
setempat karena tekanan, spasme otot, leukosit meningkat, obstruksi fekalit
atau masa fekal padat, diare, suhu meningkat atau kurang lebih 37,50C-38,50C,
konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri. ( mansjoer, 2000).
VII.
KOMPLIKASI
·
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
·
Tromboflebitis supuratif
·
Abses subfrenikus
·
Obstruksi intestinal
·
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tindakan
operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi
prosedur intra-abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti:
infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula
tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks (Bailey, 1992).
VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·
Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3,
netrofil meningkat sampai 75%
·
LED meningkat pada appendicitis infiltrat
·
Urinalisis :
normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
·
Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada
appendiks (fekalis) ileus terlokalisir, USG, CT scan.
·
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)
IX.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari dua yaitu non bedah (non surgical) dan
pembedahan (surgical).
§
Non bedah (non surgical)
·
Batasi diet dengan makan sedikit tapi sering
(4-6 kali sehari)
·
Minum cairan adekuat pada saat makan untuk
membantu proses pasase makanan.
·
Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk
menambah saliva pada makanan.
·
Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat
untuk mencegah refluks nonturnal.
§
Bedah (surgical)
·
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa
apendisitis telah ditegakkan
·
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. (Brunner & Suddart, 1997)
§
Pengobatan
·
Antibiotik
dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
·
Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
B. KONSEP KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
DATA DASAR
1.
Aktivitas/
istirahat: Malaise
2.
Sirkulasi
: Tachikardi
3.
Eliminasi
a.
Konstipasi pada
awitan awal
b.
Diare (kadang-kadang)
c.
Distensi abdomen
d.
Nyeri tekan/lepas abdomen
e.
Penurunan bising usus
4.
Cairan/makanan
: anoreksia, mual, muntah
5.
Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau nafas dalam
6.
Keamanan
: demam
7.
Pernapasan
·
Tachipnea
·
Pernapasan dangkal (Brunner & Suddart, 1997)
II.
KLASIFIKASI
DATA
Data Subyektif:
·
Nyeri pada kuadran kanan bawah
·
mual, muntah, anoreksia,
·
malaise
·
pada titik mc. Burney nyeri tekan setempat
karena tekanan
·
konstipasi
·
diare (kadang-kadang)
·
demam
Data Obyektif:
·
suhu meningkat atau kurang lebih 37,50C-38,50C
·
leukosit meningkat diatas 12000/mm3, netrofil
meningkat sampai 75%
·
Urinalisis :
normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
·
Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada
appendiks (fekalis) ileus terlokalisir, USG, CT scan.
·
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
dikuadran kanan bawah
·
Tachipnea, Pernapasan dangkal
·
Distensi abdomen
·
penurunan bising usus
·
takikardi
·
kaki kanan fleksi karena nyeri.
III.
ANALISA DATA
NO
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
1
|
DS:
·
Nyeri pada kuadran kanan bawah
·
Malaise
·
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
DO:
·
Tanda rovsing (+)
·
Tachipnea, Pernapasan dangkal
·
Takikardi
·
Distensi abdomen
·
Kaki kanan fleksi
|
Distensi jaringan usus oleh
inflamasi, insisi bedah
|
Nyeri
|
2
|
DS:
·
Nyeri pada kuadran kanan bawah
·
Demam
·
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
DO:
·
Leukosit meningkat diatas 12000/m3 dan neutrofil meningkat
sampai 75%
·
Suhu tubuh meningkat
·
Tanda rovsing (+)
·
Distensi abdomen
|
Tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi, peritonitis, prosedur invasive, insisi bedah.
|
Resiko tinggi terjadinya infeksi
|
3
|
DS:
·
Mual, muntah, anoreksia
·
Diare
·
Konstipasi
·
Demam
DO:
·
Penurunan bising usus
·
Distensi abdomen
·
Suhu meningkat
|
Inflamasi peritoneum dengan
cairan asing, muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi, status
hipermetabolik
|
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh
|
4
|
DS:
·
Mual, muntah dan anorexia
·
Diare
·
Konstipasi
·
Malaise
DO:
·
Distensi abdomen
·
Penurunan bising usus
|
Gangguan ingesti; Digesti; absorbsi; mual,muntah, dan
anorexia, pembatasan pasca operasi.
|
Resiko tinggi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
5
|
DS:
·
Keluhan kelelahan/keletihan
DO:
·
Tacipnea bila beraktifitas
·
Perubahan tanda vital bila beraktifitas
·
Spasme otot
|
Nyeri, insisi bedah
|
Intoleran Aktifitas
|
IV.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, insisi
bedah.
2.
Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d tidak adekuatnya
pertahanan utama, perforasi, peritonitis, prosedur invasif, insisi bedah.
3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh b.d
Inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah pra operasi, pembatasan pasca
operasi, status hipermetabolik.
4.
Resiko tinggi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d gangguan ingesti; digesti; absorbsi; mual, muntah, dan
anorexia, pembatasan pasca operasi.
5.
Intoleran aktifitas b.d nyeri dan insisi bedah.
V.
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
HYD
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, insisi
bedah, ditandai dengan:
DS:
·
Nyeri pada kuadran kanan bawah
·
Malaise
·
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
DO:
·
Tanda rovsing (+)
·
Tachipnea, Pernapasan dangkal
·
Takikardi
·
Distensi abdomen
·
Kaki kanan fleksi
|
Nyeri berkurang dalam jangka waktu 2-3 hari masa perawatan,
dengan criteria:
·
Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
·
Tampak rileks dan pernapasan kembali normal.
·
Pasien dapat istirahat dengan cukup
·
Skala nyeri 1-5:
|
1.
Kaji tingkat nyeri, catatlokasi,karakteristik, beratnya
(skala 0-10). Selidki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat.
2.
Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
3.
Dorong ambulasi dini.
4.
Berikan aktivitas hiburan.
5.
Berikan kantong es pada abdomen.
6.
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
mempertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.
7.
Kolaborasi dg dokter u/ memberikan analgesic sesuai indikasi.
|
1.
Berguna dalam pengawasan keefektifan napas, kemajuan
penyembuhan.
2.
Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomenbawah
atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3.
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4.
Fokus perhatian, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
5.
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan
rasa ujung saraf.
6.
Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltk usus dini dan
iritasi gaster/muntah.
7.
Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan
intervensi terapi lain.
|
2
|
Resiko tinggi terjadinya infeksi
b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi, peritonitis sekunder
terhadap proses inflamasi, insisi bedah ditandai dengan:
DS:
·
Nyeri pada kuadran kanan bawah
·
Demam
·
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
DO:
·
Leukosit meningkat diatas 12000/m3 dan neutrofil meningkat
sampai 75%
·
Suhu tubuh meningkat
·
Tanda rovsing (+)
·
Distensi abdomen
·
Penurunan bising usus
|
Tidak terjadi infeksi selama masa perawatan dengan
criteria:
·
Penyembuhan luka berjalan baik.
·
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
·
Suhu tubuh dalam batas normal 360C-37,50C
·
Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
·
Abdomen lunak, tidak ada distensi
·
Bising usus 5-34 x/menit
|
1.
Awasi tanda vital, perhatikan demam, mengigil, berkeringat,
perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
2.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.
Berikan perawatan paripurna.
3.
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase
luka/drein adanya eritema.
4.
Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang
terdekat.
5.
Kolaborasi dg dokter u/ mengambil contoh drainase bila diindikasikan.
6.
Kolaborasi dg dokter u/ memberikan
antibiotic.
|
1.
Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
2.
Menurunkan risiko penyebaran bakteri.
3.
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau
pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
4.
Pengetahuan tentang kemajuan situasi membrikan dukungan
emosi, membantu menurnukan ansietas.
5.
Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk
mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi.
6.
Mungkin diberikan secara profilaksis atau menurunkan jumlah
organism.
|
3
|
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan tubuh b.d Inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah pra
operasi, pembatasan pasca operasi, ditandai dengan:
DS:
·
Mual, muntah, anoreksia
·
Diare
·
Konstipasi
·
Demam
DO:
·
Penurunan bising usus
·
Distensi abdomen
·
Suhu meningkat
|
Keseimbangan cairan dapat terjaga selama 2-3 hari masa
perawatan dengan criteria:
·
Membran mukosa lembab
·
Turgor kulit baik
·
Haluaran urinadekuat: 1cc/kg BB /jam
·
Tanda vital stabil
S:36-37,50C
N: <100x/ menit
P: 16-24 x/mnt
TD; >90/60 mmHg
|
1.
Awasi tanda vital dan nadi.
2.
Lihat membrane mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian
kapiler.
3.
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per
oral dimulai,dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
4.
Diberikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
5.
Pertahankan penghisapan gaster/usus.
6.
Kolaborasi dg dokter u/ memBerikan cairan IV dan
elekrolit.
|
1.
Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume
intravaskuler.
2.
Indicator kembalinya peristatik, kesiapan untuk pemasukan
per oral.
3.
Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan
kehilangan cairan.
4.
dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan
pecah-pecah.
5.
Selang NGT biasanya dimasukkan pada praoperasi dan
dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekopresi usus.
6.
Peritonium bereaksi terhadap iritasi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah.
|
4
|
Resiko tinggi Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan ingesti; digesti; absorbsi;
mual, muntah, dan anorexia, ditandai dengan:
DS:
·
Mual, muntah dan anorexia
·
Diare
·
Konstipasi
·
Malaise
DO:
·
Distensi abdomen
·
Penurunan bising usus
|
Keseimbangan nutrisi dapat terjaga selama 2-3 hari masa
perawatan dengan criteria:
·
Nafsu makan dapat kembali normal, tidak mual dan muntah
·
Abdomen lunak, tidak ada distensi
·
BAB normal, feses lunak
·
Peristaltic usus 5-34x/menit
|
1.
Kaji bising usus dan pola makan pasien.
2.
Membatasi gerakan pasien selama fase akut.
3.
Dorong ambulasi dini.
4.
Kolaborasi dg dokter u/ memberikan obat mual, muntah dan
penambah nafsu makan.
|
1.
Bising usus meningkat pada saat diare.
2.
Untuk mencegah malaise
3.
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4.
Untuk mengatasi mual, muntah, dan anorexia.
|
5
|
Intoleran Aktifitas b.d nyeri dan
insisi bedah, ditandai dengan:
DS:
·
Keluhan kelelahan/keletihan
·
demam
DO:
·
Tacipnea bila beraktifitas
·
Perubahan tanda vital bila beraktifitas
·
Spasme otot
|
Aktifitas dapat kembali normal dalam jangka waktu 2-3 hari
masa perawatan dengan criteria:
·
Dapat beraktifitas sendiri dengan baik
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal bila beraktifitas
S: 36-37,50C
P: 16-18
x/mnt
N:
70-80x/mnt
TD: 120/80
mmHg.
|
1.
Kaji respon pasien terhadap aktifitas. Perhatikan adanya keluhan
kelelahan, keletihan dan tachipnea bila beraktifitas.
2.
Kaji TTV sebelum dan sesudah aktifitas
3.
Pertahankan tirah baring selama
periode demam dan sesuai indikasi.
4.
Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin
untuk turun dari tempat tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi
pasien pada peningkatan aktivitas.
|
1.
Appendicitis menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri yg
menyebabkan intoleran aktifitas.
2.
Membantu menentukan respon tubuh terhadap aktifitas.
3.
Meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut dari appendicitis.
4.
Untuk mengaktifkan kembali kerja otot sehingga tidak mengalami
disfungsi dalam waktu yang lama.
|
VI.
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan
adalah inisiatif dari rencana untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tujuan pelaksanaan membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan memfasilitasi
koping.
Ada
3 tahap tindakan keperawatan:
1. Persiapan
Merupakan tahap
awal tindakan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu dalam tindakan.
2. Pelaksanaan
/ tindakan
Kegiatan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional
3. Dokumentasi
Pelaksanaan
tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
VII.
EVALUASI
Bertujuan
untuk menilai sejauh mana keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian
merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana yang telah dilakukan :
1.
Mengetahui pemenuhan pasien secara optimal
2.
Mengetahui hasil dari proses keperawatan yang dilakukan
dan memenuhi kebutuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
vol.3. Jakarta: EGC
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien.
Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC.
Guyton, Athur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran , Edisi 9. Jakarta: EGC
Mansyoer, A. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid Kedua. Jakarta: EGC